Kamis, Mei 13, 2010

Pada Sebuah Keheningan Pantai

Pada hening sebuah pantai ketika di sengketakan oleh sunyi waktu.
Aku pradaksina.
Menjelajahi lengkung – lengkung semburat merah cakrawala.
Desir angin utara begitu semilir mengalun.
Sedang sejuk embun pagi telah ruap ;
Menjelma ujung belati .
Begitu tajam menghunus darah dan kebisuanku selama ini.

Gedebur ombak lamat – lamat menyampaikan salam ungu dari perjalanan seorang pertapa padaku.
Entah sudah yang ke berapa !
Mengapa dia berikan salam ungu padaku lagi ?
Sedang aku selalu gagap, luruh dan rubuh untuk menerimanya.

O, pertapa di keheningan perjalanan.
Aku begitu linglung menyingkap salam – salam itu.
Juga pagi ini, aku tak kuasa untuk sekedar mengerti.

Tunjukkan wahai pertapa,
Apa artinya awan kelabu di ujung langit jiwa ku ?
Apa artinya keharuman di balik rona merah bunga kamboja ?
Apa artinya bongkah – bongkah batu di deru air sungai mengalir ?
Apa artinya gedebur lembut ombak yang tertawa di pantai ini ?
Karena aku mengerti, wahai pertapa.
Ada tanda di balik pertanda.

Aku di sini.
Merenung lalu melintasi langit penuh imaji.
Dan aku lukis warna pekat sekuntum kaboja.
Sepekat warna darah dan dosa.



Ancol, Jakarta. 07 Maret 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar