Selasa, Juni 23, 2009

JIWA PARA EMBUN

Kecamuk dalam bencana dendam 
Buah kebencian akibat dengki dari segumpal hati yang mati.

0h, embun…..
Tenggelamkan aku dalam heningmu
Mandikan aku dalam beningmu
Masukkan aku dalam sejukmu
Basuhlah aku dalam lembutmu

Oh, embun……
Meneteslah ke dalam panas hatiku  
Masuklah ke lorong – lorong sesat jiwaku
Jadilah hujan mengguyur kering batinku

Oh, embun…..
Masuklah ke jiwaku lewat nadi – nadiku
Gantikan panas darahku dengan sejukmu
Jadilah lautan tempat aku berenang dan bermain
: saat aku terlalu letih mengembara
Mencari arti sederet angka sebaris bait
Pada puisi – puisi yang menghias lengkung langit
Mengukir batu – batu cadas prasasti di kaki – kaki sejarah

Senin, Juni 22, 2009

SYAIR LAGUMU YANG TAK SELESAI

Ku coba menyanyikan syair – syair lagu yang kau tulis di malam kelabu itu.

Malam Sabtu, seminggu lalu.


Meski agak sulit aku nyanyikan, sebab musti memberi nada – nada 
Inilah syair terakhir yang kau tulis sebelum kau pergi bersama waktu dan beratnya angin malam musim gugur tahun ini.

Teriring bercak darah merah menghitam dan kisah – kisah yang terserak di lantai 
Dan lembar – lembar sejarah berabad –abad yang tertulis di kalender kamar ber-aroma melatimu.

Kau jemput musim kematianmu dengan pisau berlumut amarah
Oleh bayangmu sendiri yang kau sering bersengketa dengannya
Kau memilih dan menentukan jalanmu sendiri  

Kekasih, apa kabar di keheninganmu?
Masihkah kau ingin menulis syair – syair
Sedang kau kini terlalu berat untuk member jawab.

Di Kesunyian Jiwa yang Merindu

Semburat pesona mentari di ufuk timur
Lembut semilir angin utara perlahan mengiring datangnya pagi
Sang waktu mengantar hari berganti 
Dan alam pun berdzikir menyebut ke ajaiban Sang Pencipta
Sungguh pagi yang membuat jiwaku bergetar dalam damai

Di keheningan padang belantara pemikiran 
Di kesunyian sekeping jiwa yang merindu
Aku tertegun
Merenungi tapak demi tapak jalan pehuh liku seakan tak berujung …..
Alangkah indahnya , jika setiap hati terselimuti oleh kasihmu
Tapi hasrat hanyalah sebuah keinginan membuncah
Sedang realita terpasung 
Kadangkala,
Aku tak dapat membuktikan apa,
bagaimana dan siapa
Seperti keinginan sekeping jiwa yang bernyanyi sendu
Dalam hiruk pikuk dunia dan keajaiban alam raya
Aku berhening diri dalam kerangka hasrat 
Meski aku mengerti, sungguh aku mengerti
Bumi terus berputar, waktu pun terus berlalu
Dan aku harus tetap melangkah 
Tetap melangkah…


Jumat, Juni 12, 2009

Pada Engkau Semata

Ya Alloh...Ya Robbi...
Pada Engkau saja aku tempatkan segala rindu dan cinta ini
Menjelma indah di batas-batas hasrat
Meski aku tak kuasa memberinya dengan berpeluh puluh do’a dan berratus dzikir sebagai penghias
Hingga Airmata menggenang dalam dingin malam-malam pengembaraanku
Sesampai terlintas fajar di aroma ShubuhMU.

Cinta itu pulalah yang memberi aku semangat 
Untuk kuat mengibas pedang atau menarik picu senapan
Merebut dan menjaga tanah warisan para Syuhada’ tercinta
Yang dengan darah mereka bumi pun memerah basah
Dan meski aku sering kalah

Namun cinta itu pulalah yang mengobati aku kala terluka batinku
Yang sering berhenti di batas – batas nafasku 

Ya Alloh....Ya Rabbi...
Kaulah satu-satunya yang tak meninggalkan aku
Saat aku terbuai dalam kasidah – kasidah cinta yang lain
Saat aku terjebak dalam pesona – pesona lain
Saat aku terpedaya dalam keindahan – keindahan lain

Ya Alloh,...wahai Engkau yang bersemayam di atas ‘Arsyi
Hanya Engkau
Satu petunjuk pada jalan penuh simpang pengembaraanku
Satu tempat aku ingin kembali
Meng-usaikan semua langkah juga cita 
Hingga berada dalam hening dan beningMU. 


Selasa, Juni 09, 2009

Dialog di semburat fajar pagi

Sebuah kisah,

saat-saat sebaris kata mewujud menjadi dialog cinta :

ketika dua titik air mata mengembun di ujung batang kering 
di iringi alunan fajar pagi yang mulai bergema. 

mereka saling menyapa, bergemuruh : 

Aku, air mata seorang gadis yang cinta pada seorang lelaki tapi ia telah hilang”. 
“Aku, air mata seorang lelaki yang menyesal membiarkan seorang gadis mencintai saya berlalu begitu saja.”


lalu dialog sirna ditelan semburat fajar pagi yang mulai memakan gelora kata
Dan embun terbang melebur di antara awan-awan kata. 

Untuk dia.......sesuatu yang indah dimataku.

Angin….
Bawalah cintaku dalam semilir dan geloramu
Letakkan tepat saat ia rindu akan aku

Malam,....datangkan aku dalam gelisahnya

sampaikan senyum heningku kepadanya

Mimpi.....sampaikan sumpahnya pada waktu…
bahwa kasihku untuknya abadi 

Mentari….
hangatkan ia dalam bahagia
hingga ia merasa damai

Basahi juga wahai hujan
sampai dia akan memanggilku dalam kuyupnya Untuk hangatkan dari sebaris dingin yang membungkusnya
hari ini,esok dan selamanya…….

Kucari Engkau, Sang Hyang...

Mencari-Mu di langit malam,
diantara gugusan terang bintang-bintang
diantara tanda-tanda fajar akan menyingsing
diantara semburat bayang hitam.
tapi tak kutemui diri-Mu

Lalu pesona zuhur pun tiba ketika

kembali ku melihat langit dan menatapi angkuhnya matahari, makhluk-MU…

tapi sekali lagi kau tak kutemui Engkau
ya Allah..
tak pantaskah ku melihat-MU

tapi ternyata Engkau benar ya Allah,
kau tunjukkan diri-MU hanya sedikit
namun itu bisa menyadari bahwa
ku tak mampu melihat-MU..
ku terlalu sombong pada-MU
padahal melihat makhluk-MU saja kutak mampu ya Allah..
matahari terlalu terang untukku
apalagi diri-MU
semesta terlalu besar tukku jelajahi
apalagi diri-MU
ternyata aku telah menemukan cahaya-MU
dalam tiap sujudku
dalam tiap kebaikan yang ku ikhlaskan untuk-MU dalam tiap siang dan malam yan Kau biarkan bergantian mengiringiku