Jumat, Januari 21, 2011

Nyanyian Gerimis di Taman Suropati

Silau mentari di ujung cakrawala
Menari genit bersama semilir angin musim dingin
Menyusup pada temaram warna senja
Hingga memupus ramalan cuaca hari ini
: menjadi senandung bait-bait nyanyian gerimis

Dan…
Sorang lelaki duduk termenung tanpa teman
Di balik angkuh jendela dia menikmati siluet senja sore ini
Lalu aroma sedap secangkir kopi mendamaikan batinnya , sesaat.
Dan tak mampu mengusir gelisah di jiwanya.
Terbelenggu !
Terpenjara bayang – bayang jiwa yang gelap dan angker.

Tiba-tiba…
Cahaya di ujung matanya jatuh di Suropati,
: sebuah taman di kota tua ini.

Di taman ini…
Beberapa musim lalu, dia dan sang kekasih.
Saat senja bersenandungkan bait-bait nyanyian gerimis.
Mereka ucapkan janji setia
: janji yang begitu polos untuk di kenang
Bersama bunga-bunga taman yang tiba-tiba layu
dan ranting kamboja yang seolah mati
Sebuah pertanda !
Dan dia sungguh mengerti ada tanda di balik pertanda.

Dan kini….
Janji setia itu tinggal sebuah memori yang begitu getir untuk dia kenang.
Entah, dengan bahasa mana lagi dia ulangkan seluruh kejadian di taman itu.

Kekasihnya pergi,
Untuk sebuah alasan yang sampai kini dia pun tak mengerti.
Dan meninggalkan gores luka di hatinya.
Juga memori-memori kelabu.

Jiwa yang gelap dan angker membelenggu jiwanya
Pada senja ini bersama senandung bait – bait nyanyian gerimis.

Jakarta, 21 Januari 2011