Jumat, Mei 14, 2010

Setetes Darah Sesesak Nafas di Kurusetra

Tercekam dalam dalam kesunyian diam, jiwa terhempasku
Di sini,
Di Kurusetra !
Pada bau anyir gundukan – gundukan tanah, masih begitu anyir
Bunga – bunga merah kamboja turut terluka, makin merah
Semerah darah tertumpah dari para pemberontak penguasa negeri
Setetes darah, sesesak nafas,

Hati menjelma dendam,
Tangan begitu kuat terkepal.
Mengepal, kumpulkan segala derita
Dendam mereka adalah muara segala penindasan

Para pemberontak melepaskan sumpahnya yang tertanam diubun – ubun
Seperti akar – akar kaktus di hamparan gurun
Mereka menunaikan tugasnya :
Memberontak pada penguasa negeri
Memberontak atas kekejaman yang melilit mereka
Memberontak atas pembunuhan – pembunuhan terhadap anak – istri mereka

Panji – panji lusuh mereka roboh, terinjak, tekoyak dan luka
Jatuh,…bersama tubuh – tubuh miskin meeka
Tanpa satu pun tersisa sekedar untuk menghirup sumpeknya udara negeri

Sebasah tanah oleh merah darah, seamis gelanggang.

Ini adalah gelanggang padang Kurusetra dengan lakon dan ending berbeda dari Bharatayuda,
Meski pengkhianatan, penderitaaan, ketamakan, penindasan dan pembuangan masih jadi tema besarnya.

Oo, Kurusetra,…
Padang ilalang duka – derita,
Di atasmu penuh kisah tragedi !
Darah, nahah, bangkai dan air mata telah menyuburkanmu
Meski pohon yang tumbuh di atasmu, tak pernah berbuah…




Jogja, Maret 2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar